DOA BERBUKA PUASA MENURUT SALAFUS SHOLIH - kangzainfuad.com expr:class='data:blog.pageType' itemscope='itemscope' itemtype='https://schema.org/WebPage'>

Jumat, 02 Juni 2017

DOA BERBUKA PUASA MENURUT SALAFUS SHOLIH


Menjelang datangnya bukan Romadhon, mulai banyak beredar BC (Broadcast) terkait dengan lafadz doa berbuka puasa.

Ada kalangan menganggap doa tersebut riwayatnya dhoif, bahkan mereka pun berani berkata bahwa lafadz doa berbuka tersebut tidak ada asalnya.

Apakh benar demikian ?Berikut adalah penjelasan tentang hadits tersebut :

Ada hadits yang meriwayatkan bahwa Rasulullah juga berdo’a dengan do’a yang sebagian lafadznya seperti di atas:

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ، عَنْ حُصَيْنٍ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ زُهْرَةَ، أَنَّهُ بَلَغَهُ ” أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: «اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ»
Sesungguhnya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
ketika berbuka membaca doa: *Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu* (HR. Abu Dawud, diriwayatkan juga oleh Al Baihaqi, Ath Thabarany, Ibnu Abi Syaibah)

Namun dalam catatan kaki Kitab Jâmi’ul Ushul, karya Ibnul Atsir (w. 606 H), dengan tahqiq Abdul Qadir Arna’uth dan disempurnakan Basyir ‘Uyûn, Maktabah Dârul Bayân, juz 6 hal.378 dinyatakan:

رقم (2358) في الصوم، باب القول عند الإفطار، مرسلاً، ولكن للحديث شواهد يقوى بها.
Nomor (2358) dalam (kitab) Puasa, bab perkataan saat berbuka, mursal, akan tetapi hadits ini memiliki syawâhid yang memperkuatnya.

Berikut beberapa redaksi do’a terkait:

1) Ath Thabarany dalam Mu’jam as Shaghir (2/133):

بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ , وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

2) Ath Thabarany dalam Ad Du’â, hal 286

بِسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ، تَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

3) Dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (2/344), Ar Rabi’ bin Khutsaim ketika mau berbuka berdo’a:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَعَانَنِي فَصُمْتُ وَرَزَقَنِي فَأَفْطَرْتُ

Kaum Muslimin di seluruh dunia termasuk di Indonesia apabila berbuka puasa biasa membaca do’a berikut:

اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَبِك آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ ، ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إنْ شَاءَ اللَّهُ .

Artinya: “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman dan dengan rizki-Mu aku berbuka. Telah hilang rasa penatku dan basahlah tenggorokanku dan tetaplah pahala dicurahkan atasku, Insya Allah”.

Pembacaan do’a seperti ini – dengan variasi tambahan dan pengurangan – merupakan warisan turun-temurun dari para Ulama Waratsatul Anbiya.

Mereka yang menganjurkan membaca do’a ini adalah para Ahli Hadis dan Fuqaha dari berbagai Madzhab.

Dari Ulama Madzhab Hanafi misalnya kita menemukan penjelasan dari Al Imam Fakhruddin Utsman bin Ali az Zaila’i:

وَمِنْ السُّنَّةِ أَنْ يَقُولَ عِنْدَ الْإِفْطَارِ اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَبِك آمَنْت وَعَلَيْك تَوَكَّلْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت .
Artinya: Di antara Sunnat adalah ketika berbuka puasa dianjurkan mengucapkan: “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku bertawakkal dan dengan rizki-Mu aku berbuka. (Lihat kitab Tabyinul Haqa’iq Syarah Kanzud Daqa’iq karya Al Imam Az Zaila’i juz 4 halaman 178).

- Dari Ulama Madzhab Maliki antara lain disebutkan dalam Kitab Al Fawakih Ad Dawani Ala Risalah Ibni Abi Zaid Al Qirwani karya Syekh Ahmad bin Ghunaim bin Salim bin Mihna An Nafrawi :

وَيَقُولُ نَدْبًا عِنْدَ الْفِطْرِ : اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْت وَمَا أَخَّرْت ، أَوْ يَقُولُ : اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت ، ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إنْ شَاءَ اللَّهُ .

Artinya: Dan Sunnat ketika berbuka puasa mengucapkan: “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka. Maka ampunilah dosaku yang lalu dan yang akan datang”. Atau mengucapkan: “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka. Telah hilang rasa penatku dan basahlah tenggorokanku dan tetaplah pahala dicurahkan atasku, Insya Allah”. (Lihat pada Juz 3 halaman 386).

- Dari Madzhab Syafi’i antara lain dikemukakan Al Hafizh Al Imam An Nawawi dalam Al Majmu’ Syarah Al Muhadzdzab:
والمستحب أن يقول عند إفطاره اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت لما روى أبو هريرة قال " كان رسول الله صلي الله عليه وسلم إذا صام ثم أفطر قال اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت .
Artinya: Dan yang disunnahkan ketika berbuka puasa itu adalah mengucapkan: “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka”. Berdasarkan Hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW itu apabila berpuasa kemudian berbuka membaca “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka”. (Lihat Al Majmu’ Juz 6 halaman 363).

 Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa membaca do’a “Allahumma laka Shumtu….” Sebagaimana yang biasa dilakukan Ummat Islam adalah Sunnah. Adapun adanya keterangan sebagian orang yang menilai Hadisnya lemah dapat dijelaskan sebagai berikut:

⭐ *Pertama*, lemahnya sebuah Hadis tidak serta merta terlarang mengamalkannya sebab kelemahan itu hanyalah pada penisbatannya kepada Rasulullah SAW, tidak ada kaitannya dengan boleh-tidaknya dibaca.

☀ *Kedua*, Hadis “Allahumma Laka Shumtu…” sungguhpun dha’if namun ia melengkapi Hadis “Dzahabazh Zhama’u…”. yang yang Hasan itu.

Bentuk kedua ini belum merupakan do’a sebab hanya bentuk berita atau ucapan biasa yang disampaikan Rasulullah SAW saat minum air. Bacaan ini baru menjadi do’a manakala disambungkan dengan kalimat “Allahumma…” yang berarti “Ya Allah”.

💧 *Ketiga*, bacaan do’a tersebut telah diamalkan dan dianjurkan oleh semua Ulama Madzhab Empat Itu artinya membaca “Allahumma laka Shumtu” merupakan kesepakatan Ummat Islam.

Apabila ada orang awam yang melarang membaca “Allahumma Laka Shumtu…” maka orang tersebut dapat dikatakan menyalahi kesepakatan Ummat Islam – tidak ada dalil yang menjadi dasarnya.

Bahkan, sabda Rasulullah SAW di atas menganjurkan kita memilih do’a sesuka kita. Lalu dengan alasan apa orang tersebut melarang membaca do’a “Allahumma Laka Shumtu..” ? Bukankah dengan larangannya itu berarti ia telah membuat Syari’at baru?

Kalau saja membaca do’a yang terdapat dalam Hadis Shahih itu diharamkan, tanyakan kepada orang itu : “Pernahkan anda berdo’a dengan Bahasa Indonesia agar anak anda sukses sekolahnya ? Jika pernah, lalu apakah ada dalilnya bentuk do’a yang anda baca itu?. Lalu bagaimana anda melarang orang membaca do’a yang disepakati Ummat Islam dari dulu hingga sekarang hanya gara-gara “katanya” Hadisnya dha’if ?

Dan afdholnya dalam berdoa adalah dengan dimulai ucapan *Allahumma* atau *Robbana*, tidak ujug-ujug langsung ke *Dzahabadh dhomaa'u.. dst* sebagaimana yang kita pahami dari BC tersebut.

Kita berdoa dengan bahasa yang kita susun sendiri saja boleh kok, apalagi bila mengutip dari hadits dhoif, ya tentu lebih baik.

Monggo manteb saja berbuka puasa dengan doa :

*اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَبِك آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ ، ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إنْ شَاءَ اللَّهُ*

*SELAMAT MENYAMBUT BULAN MULIA ROMADHON*

_disarikan dari PISS-KTB_

Bagikan artikel ini

Silakan tulis komentar Anda