kangzainfuad.com: PEMIKIRAN
Tampilkan postingan dengan label PEMIKIRAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PEMIKIRAN. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 30 November 2024

Pengembangan Blended Personalized Learning School

Pengembangan sekolah agar lebih adaptif di masyarakat dan menjawab tantangan zaman, SMA Surya Buana Malang mengembangan model pembelajaran yang berbasis pada bakat-minat serta kebutuhan orangtua yakni Blended Personalized Learning School. 

Penerapan dari pendekatan Blended Personalized Learning School proses pendidikan di SMA Surya Buana Malang sebagai berikut:

1. Pendekatan Pembelajaran yang Disesuaikan – Menawarkan kurikulum yang sepenuhnya disesuaikan dengan minat dan bakat siswa, memungkinkan para siswa untuk memilih pelajaran sesuai dengan kebutuhan pribadi mereka.

2. Fleksibilitas Jadwal – Memberikan kebebasan bagi siswa dan orangtua untuk menentukan kapan dan bagaimana mereka mengikuti pelajaran, baik secara online atau tatap muka. 

3. Pemanfaatan Teknologi – Menyediakan akses teknologi terkini untuk mendukung pembelajaran online yang efektif, dengan alat dan platform yang mendukung pengalaman belajar yang lebih interaktif dan terpersonalisasi.

4. Kolaborasi dengan Orangtua – Memberikan ruang bagi orangtua untuk berperan aktif dalam merancang rencana pendidikan anak mereka, dengan komunikasi yang terbuka dan kolaboratif.

5. Pembelajaran Berbasis Proyek atau Praktik – Menyediakan pengalaman belajar yang lebih berbasis proyek, memungkinkan siswa untuk menerapkan pengetahuan secara praktis sesuai minat mereka.

Dengan diferensiasi seperti ini, Blended Personalized Learning School bisa benar-benar menonjol dalam hal fleksibilitas, inovasi, dan relevansi dengan kebutuhan siswa dan orangtua.

Model Kurikulum

Model kurikulum Blended Personalized Learning School  SMA Surya Buana Malang diwujudkan dalam pembelajaran yang fleksibel dan terpersonalisasi. Berikut beberapa struktur kurikulum yang dikembangkan:

1. Kurikulum Inti (Core Curriculum)

Pelajaran Dasar: Menyediakan mata pelajaran dasar seperti Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, IPA, IPS, dan Pendidikan Agama yang tetap diajarkan secara wajib, namun bisa disesuaikan tingkat kesulitan dan waktu belajarnya sesuai dengan kebutuhan siswa.

Pendekatan Modular: Materi dibagi dalam modul-modul yang bisa diakses secara online atau tatap muka, memungkinkan siswa untuk memilih dan mengatur urutan pelajaran sesuai kecepatan belajar mereka.

2. Pilihan Berdasarkan Minat (Elective Courses)

Bakat dan Minat: Menyediakan berbagai pilihan pelajaran seperti seni, musik, komputer, kewirausahaan, olahraga, dan bahasa asing yang bisa dipilih siswa sesuai dengan minat mereka.

Fleksibilitas dalam Penjadwalan: Jadwal untuk mata pelajaran pilihan bisa fleksibel dan diatur berdasarkan ketersediaan sumber daya, seperti instruktur atau kelas online.

3. Pembelajaran Berbasis Proyek (Project-Based Learning). 

Keterampilan Praktis: Siswa diberi kesempatan untuk bekerja dalam proyek-proyek praktis, baik secara individu atau kelompok, yang berkaitan dengan minat mereka. Proyek ini bisa melibatkan teknologi dan inovasi.

Mentoring: Setiap proyek dapat didampingi oleh mentor yang memberikan arahan sesuai dengan minat atau bidang yang dipilih siswa.

4. Pembelajaran Daring dan Luring (Blended Learning)

Platform Online: Menggunakan platform digital untuk memungkinkan siswa mengakses materi pelajaran kapan saja. Bisa mencakup video pembelajaran, tes, kuis, dan forum diskusi.

Sesi Tatap Muka: Diadakan pertemuan tatap muka atau sesi langsung (webinar, kelas offline) untuk diskusi mendalam dan pengajaran praktis.

5. Evaluasi dan Umpan Balik (Assessment and Feedback)

Penilaian Formatif dan Sumatif: Menyediakan penilaian berkelanjutan yang berbasis proyek, kuis, dan ujian, yang bisa dilakukan secara daring atau luring.

Portofolio Pribadi: Setiap siswa dapat memiliki portofolio digital yang mencatat perkembangan belajar mereka, memungkinkan untuk evaluasi berbasis kompetensi dan pencapaian pribadi.

6. Kolaborasi dengan Orangtua dan Komunitas

Sesi Keterlibatan Orangtua: Mengadakan pertemuan rutin untuk mendiskusikan kemajuan belajar anak dan memberi masukan terhadap kurikulum yang diterapkan.

Jaringan Komunitas: Membangun komunitas belajar yang mendukung, misalnya, dengan mengundang ahli atau praktisi dalam berbagai bidang untuk berbagi ilmu dengan siswa.

Kurikulum ini bisa sangat fleksibel dan dapat terus berkembang seiring berjalannya waktu, tergantung pada perkembangan siswa, kebutuhan orangtua, dan tren pendidikan terbaru. (azf) 

Sabtu, 18 Mei 2024

Perubahan yg didamba Rasulullah SAW

Perubahan, bagian sunnatullah. Awalnya, kita dilahirkan, balita, remaja, dewasa dan akhirnya menua. 

Dalam setiap langkah dan aktitifitas kita, perubahan demi perubahan akan menyertai. Justru jika tidak ada perubahan kearah yg lebih baik, termasuk orang yang merugi.

Begitupula kondisi setiap pribadi seseorang, akan mengalami perubahan, gejolak-gejolak akan terus terjadi menanggapi setiap perubahan. 

Sebagaimana hadits berikut ini:

مَنْ كَانَ يَوْمُهُ خَيْرًا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ رَابِحٌ. وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ مِثْلَ أَمْسِهِ فَهُوَ مَغْبُوْنٌ. وَمَنْ كَانَ يَوْمُهُ شَرًّا مِنْ أَمْسِهِ فَهُوَ مَلْعُوْنٌ  

Artinya :

Barangsiapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka ia (tergolong) orang yang beruntung. Barangsiapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka ia (tergolong) orang yang merugi. Dan barangsiapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka ia orang yang dilaknat (celaka) (HR Al-Hakim).

Perubahan demi perubahan tetap menjadi bagian yang tak terelakkan, tinggal bagaimana kita mengambil peran dalam perubahan itu sendiri.

Namun perubahan yang diharapakan oleh Rasulullah saw adalah perubahan yang membawa keberuntungan, perubahan yang membawa peningkatan kualitas amal kebaikan (ibadah) yang kita lakukan. Karena sejatinya manusia diciptakan di dunia ini tiada lain untuk beribadah kepada-Nya. 

Jumat, 08 Desember 2023

Teknologi dan Adab

Di era seperti sekarang ini, Allah SWT telah memberikan banyak sekali kemudahan-kemudahan. Termasuk dalam mendapatkan ilmu pengetahuan, sangat mudah didapatkan oleh manusia.

Cukup berbekal HP, anak didik bisa berselancar bebas mendapatkan ilmu pengetahuan, apapun. Bahkan masalah ilmu matematika yang rumitpun mudah didapatkan, apalagi hanya masalah dalil dalam ilmu agama, cukup searching di internat, beres.

Saat ini, dengan teknologi kecerdasan buatan, artificial intelligence (AI). Anak didik akan sangat mudah menyelesaikan tugas-tugas disekolah, bahkan bisa jadi berbagai permasalahan kehidupan yang dihadapi manusia, kelak akan mudah dikerjakan oleh teknologi AI. 

Namun yang tidak bisa didapatkan dari semua itu, Adab. Adab tidak hanya tentang teori belaka, tapi bagaimana manusia bisa beradab jika ilmu pengetahuanya yang ia pahami tentang adab, tidak diamalkan, maka dalam kehidupan sehari-hari mereka tidak bisa disebut orang yang adab. 

Tekhnologi tidak mampu memberikan contoh bagaimana cara beradab, sopan santun. Karena adab-sopan santun hanya bisa diberikan dan dipahami dengan hati, sedangkan teknologi tidak memiliki hati.

Maka benarlah syaikh An-Nawawi pernah menyampaikan, 

علم بلا أدب كنار بلا حطب، و أدب بلا علم كروح بلا جسد

“Ilmu tanpa adab seperti api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu seperti jasad tanpa ruh” 

Agar tidak kalah dengan teknologi, maka guru yang memberikan ilmunya didasari dengan hati yang bersih, ikhlas., Ilmu yg disampaikan disertai dengan uswah hasanah (tauladan), dan setelah sholat malamnya memanjatkan do'a terbaik dikhususkan pada anak didiknya, InsyaAllah ilmunya akan memiliki Ruh, yang kelak anak didiknya akan merasakan keberkahan ilmu-pengetahuanya, ilmu yang menjadikan mereka menjadi beradab. ilmu pengetahuan yang semacam inilah tidak bisa diciptakan dan diberikan oleh teknologi.

Rabu, 29 November 2023

Parenting : Orangtua sebagai Cermin Masa Depan


Sebagai orang tua, melihat perilaku anak terkadang kita selalu teringat pada masa dimana kita pernah mengalami apa yang dialami oleh anak kita dan bagaimana cara orangtua kita saat itu memperlakukan kita. 

Apa yang dilakukan oleh orangtua kita, seakan tergambar jelas dalam pikiran kita bagaimana cara orang tua kita mendidik kita saat itu. 

Pola asuh pada anak, secara tidak sadar kadang kita sebagai orangtua akan banyak meniru apa yang dilakukan oleh orangtua kita sebelumnya. Anggapan ini tidaklah salah dan perlu menjadi perhatian, karena apa yang ada dalam diri anak secara gen, sifat dan karakter ada diri kita sebagai orang tua. 

Hanya saja, pengetahuan kita sebagai orang tua haruslah senantiasa berkembang seiring perkembangan zaman, sehingga apa yang kita berikan kepada anak berupa pendidikan dan pola asuh tidak ketinggalan zaman. 

Sebagaimana ada sebuah ungkapan (bukan hadits), “Jangan paksakan anak-anakmu mengikuti jejakmu, mereka diciptakan untuk kehidupan di zaman mereka, bukan zamanmu” – Socrates

Namun ada perkara yang terpenting wajib diberikan kepada anak, walau orang lain menganggap pola pendidikan yang jadul ketinggalan zaman, pendidikan Akhlaq. 

Pendidikan Akhlaq, bukan hanya kewajiban sekolah, tapi kewajiban orang tua untuk memberikan pendidikan dan tauladan. Disaat Akhlaq semakin langka. Orang tua harus belajar keras memberikan pendidikan akhlaq, baik secara teori maupun praktik. 

Secara teori dengan diberikan kajian berupa kitab-kitab Akhlaq karya para ulama, misal Akhlaq Lil Banin, dan lain sebagainya. Dan tentunya disertai dengan tauladan dirumah dan dalam kehidupan bermasyarakat. 

Mendidik anak, tak semudah "membuat anak". Mendidik butuh perjuangan secara terus menerus dan istiqomah sampai kapanpun. Semoga Allah memberikan kesabaran dan ketabahan sampai anak-anak kita menjadi anak yang mampu memberikan manfaat dan keberkahan bagi kita, lingkungan, agama dan bangsa. 

Minggu, 12 November 2023

Memilih Pendidikan Anak

Sowan ke Gus Wafi, Ketua Yayasan PP. Bahrul Ulum Jombang Jawa Timur. 
Anak, anugrah Allah SWT yang senantiasa dijaga agar kelak ia menjadi anak yang sholih, berkah dan manfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
 
Berbagai upaya dilakukan oleh orang tua baik secara dhohir maupun bathin dengan cara memberikan pendidikan yang layak serta senantiasa didoakan. 

Memberikan pendidikan bagi anak, yang utama tauladan dari orang tua, nasihat-nasihat dan memberikan kenyamanan baginya saat ia sedang proses menempuh pendidikan. 
Sowan ke KH.Nur Hadi (Mbah Bolong) Pengasuh PP. Falahul Muhibi
Kalaupun orang tua belum bisa memberikan yang terbaik untuk anak-anak, langkah yang terbaik adalah "memasrahkan" Pendidikannya pada para ulama' dipesantren agar diberikan pendidikan yang baik, sebagai bekal dalam menghadapi kehidupannya kelak. 

Dipesantren, ia akan belajar bersosialisasi, berjuang dan teguh dalam memegang prinsip. Banyaknya teman yang berbeda dan suasana lingkungan akan menentukan masa depanya dalam memahami kehidupan. 

Pemahaman agama yang tepat, dengan bimbingan seorang guru yang 'alim membuat anak akan lebih terarah. Tentu dengan berbagai konsekuensi-konsekuensi yang akan ia lalui. 

Hari ini, kami bersama Luthfi membersamai dan berdiskusi banyak terkait mondok, suasana di pondok dan melihat secara langsung bagaimana kehidupan di pondok. 

Shilaturohim dari pondok ke pondok di daerah Jombang Ahad (14/11/2023) menjadi pengalaman tersendiri bagi luthfi untuk memilih pendidikan setelah ia lulus dari SD. 

Semoga dimudahkan dan diberkahi oleh Allah dalam menentukan masa depan pendidikan nya. Amiin. 

Selasa, 19 September 2023

Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur Fasilitasi Pengembangan Ekonomi Pesantren

Dokumentasi : Desiminasi Peningkatan Akses Pembiayaan Bagi Koppontren Tahun 2023

Koperasi Pondok Pesantren (Koppontren) bagian penting dari roda ekonomi Pesantren memiliki potensi kuat pembangunan ekonomi masyarakat, khususnya warga pondok dan lingkungan pondok. 

Pemerintah, melalui Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Timur menfasilitasi pengembangan koppontren melalui program kegiatan Desiminasi Peningkatan Akses Pembiayaan Bagi Koppontren Tahun 2023 yang dilaksanakan Selasa-Rabu (19-20/9/2023) di Dalwah Hotel Syariah, Jl. Raci Bangil Pasuruan. 

"Peran Koperasi bagi perekonomian Jawa Timur  dengan jumlah 37.688 sangatlah besar dan terbesar di Indonesia walau yang aktif masih 21.910", Ujar Pak Luqman. 

Pak Luqman, Kepala Bidang Pembiayaan Dinas Koperasi dan UMKM Jawa Timur ini menambahkan, " Jumlah Pesantren terbanyak di Indonesia terletak di Jawa Timur. Jika koperasi yang jumlahnya terbesar dan berpotensi memajukan dalam bidang ekonomi, maka perlu adanya perpaduan potensi yang ada yakni Koperasi dan Pesantren, dan inilah yang diharapakan Ibu Gubernur Jawa Timur Ibu Khofifah Indarparawangsah".

Harapannya dengan program ini peserta mampu mengambil manfaat dan mampu mengamalkan sabda Nabi, Tangan diatas lebih baik daripada  tangan dibawah artinya Koppontren harus bisa mandiri dan pengembangan diri tanpa berpangku tangan dengan berharap banyak mendapatkan bantuan dari Pemerintah. 


Senin, 31 Oktober 2022

Santripreneur : Sharing Penyusunan Kursil Santripreneurship


Pesantren, salah satu lembaga pendidikan yang berdiri secara mandiri atas keprihatinan pendirinya (kyai) dalam melihat lingkungan masyarakat, yang jauh dari nilai-nilai agama Islam. Berbagai upaya dilakukan oleh kyai dalam rangka membina masyarakat, baik dengan ceramah-ceramah (mauidzah hasanah) diacara jam'iyah-an, pertemuan-pertemuan dengan warga-masyarakat, para kyai merelakan waktu dan tenaganya untuk "dihibahkan" demi membimbing masyarakat menuju jalan yang benar dengan mendirikan pesantren.

Dengan semangat yang tinggi diiringi dengan niat yang tulus, mengharap ridlo ilahi semata. Maka lahirlah santri-santri yang sholih, ikhlas mengabdikan ilmunya untuk melanjutkan cita-cita kyai berdakwah dan menyebarkan nilai-nilai Islam ditengah Masyarakat.

Santri, merupakan generasi penerus para kyai yang saat ini banyak sekali tantangan yang harus mereka hadapi, bisa jadi jauh lebih kompleks saat kyai-kyai dulu merintis dakwahnya. Baik dari segi lingkungan masyarakat (sosial) , ekonomi, tantangan dalam dunia pendidikan dan agama. Semakin komplek sesuai dengan zamanya.

Dari berbagai tantangan yang di hadapi, kuncinya adalah pola-pikir (mindset) bagaimana seorang santri memandang tantangan zamanya. Walau berbeda zaman bagaimana para kyai dulu "eksis" dalam berdakwah, tapi tetap sama bagaimana para kyai dulu membentuk pola-pikir diri agar tetap bersabar dalam membina masyarakat. Sehingga para kyai yang saat ini hasil perjuangannya mampu dirasakan oleh para santri keberkahanya.
 
Salah satu pola-pikir yang dibentuk, selain pola pikir berkesadaran dalam berdakwah yaitu pola-pikir dalam membentuk pribadi yang berjiwa enterpreneur, atau disebut dengan Santripreneur.

Kalau bicara tentang Santripreneur tentu tidak akan lepas dari leadership (kepemimpinan) yang dua-duanya saling berhubungan karena membentuk pribadi yang mandiri dan mampu mengendalikan diri untuk kemaslahatan orang lain. 

Prof.Bisri pengasuh PP Bahrul Maghfirah menyampaikan dalam kegiatan Penyusunan Kurikulum Kewirausahaan Santripreneur di UPT Pelatihan Koperasi dan UMKM Provinsi Jawa Timur Senin (31/10/2022), Membentuk santri berjiwa bisnis (santriprenenur) tidaklah muda, karena ia Masih tergantung dengan lingkungan  pesantren, kyai dan pengurus. Jika lingkungan pesantren, kyai dan pengurus mendukung, InsyaAllah santri itu akan mudah terbentuk jiwa enterpreneur. 

"Maka, salah satu langkah strategis yang bisa dilakukan adalah membuat kurikulum dan perencanaan (silabus) bagaimana membentuk jiwa interpreneur pada santri, sehingga dalam menumbuhkan kesadaran itu dibuat perjenjang, dimulai dari kelas X, dan XI kemudian di kelas akhir XII para santri bisa fokus pengembangan potensi diri dalam berinterpreneur, bagi santri yg memiliki patients (bakat), sedangkan santri yang tidak tertarik berinterpreneur bisa mengembangkan diri dalam bidang yang lain, tugas pesantren hanya mengasilitasi dan mendampingi", tegas Rektor UB Periode 2014-2018.

Zain Fuad, pimpinan Pesantren Modern Surya Buana Malang sependapat dengan apa yang disampaikan oleh Prof Bisri, melalui pengalamanya dalam menyusun materi kewirausahaan di lembaga yang dipimpinya ia bertukar pengalaman pada forum penyusunan kurikulum ini. bahwa dalam mencetak santri yang berjiwa entrepeneur tidak cukup dengan pelatihan-pelatihan dan kegiatan yang bersifat instan, sekali kegiatan selesai. langkah yang bisa dilakukan adalah pemberian pemahaman berupa materi yang berjenjang pada santri, pendampingan dalam proses aplikasi oleh para ahlinya dan yang terpenting keterlibatan semua civitas dalam pesantren harus dioptimalkan, asatidz, pengasuh/pimpinan dan para santri agar kegiatan berkesinambungan dan istiqomah.

Gus Ghofirin, Sekjen OPOP Jatim menambahkan, nantinya akan dibuatkan kurikulum dan Silabus (Kursi) yang bisa diterapkan di seluruh jenjang, baik di pesantren yang memiliki sekolah formal ( MA, SMA dan SMK) atau pesantren salaf yang didalamnya hanya ada pendidikan Madrasah Diniyah Muadalah dengan usia setara usia santri SMA/MA/SMK atau lebih. 

"Harapan, nantinya akan tumbuh generasi muslim yang lahir dari pesantren-pesantren menjadi da'i/kyai yang mandiri, kyai yang mampu memberdayakan pesantren secara mandiri, sehingga umat Islam di Indonesia akan mampu berdikari dan menguasai ekonomi serta membawa kemaslahatan bagi seluruh umat, bukankah Rasulullah SAW sudah memberikan contoh akan pentingnya berinterpreneur, serta para sahabat pun demikian, seperti utsman bia affan dan banyak sekali ayat-ayat Al-Quran yang menjelaskan tentang pentingnya berniaga (berinterpreneur)". Lanjut Dosen Universitas NU Surabaya ini. 

Hadir dalam kegiatan Penyusunan Kurikulum Kewirausahaan Santripreneur, Dr. Andromeda Qomariah,MM. Kepala Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Provinsi Jawa Timur, KH. Prof. Dr. Muhammad Bisri, Pengasuh PP. Bahrul Maghfirah Malang. KH. Noor Shodiq Askandar, SE.,M.M. Wakil Rektor 2 Universitas Islam Malang (Unisma) sekaligus Komisi pemberdayaan Ekonomi Umat MUI Jawa Timur, Achmad Wahju dari Kadin Jawa Timur, Gus Ghofirin Sekjen OPOP Jawa Timur.

Sabtu, 20 Agustus 2022

Siapakah yang Berkata Allah Ada di Mana-mana?

Ada banyak misinformasi yang sengaja diedarkan oleh para kritikus manhaj Aqidah Asy’ariyah-Maturidiyah yang nota bene menjadi manhaj aqidah representatif Ahlusunnah wal Jama’ah selama satu milenium terakhir. Di antara informasi yang disebar oleh para kritikus itu, biasanya dari kalangan pendaku Salafi modern, adalah bahwa Asy’ariyah menyatakan Allah ada di mana-mana sehingga dalam setiap kesempatan dialog aqidah dengan Asy’ariyah, selalu saja mereka melontarkan kritik terhadap orang yang berkata bahwa Allah di mana-mana. Tak lupa, mereka menukil sekian banyak pernyataan ulama yang menolak pernyataan bahwa Allah ada di mana-mana. Benarkah Asy’ariyah berkeyakinan demikian?

Sebenarnya adanya anggapan tersebut disebabkan karena minimnya pengetahuan tentang manhaj aqidah  Asy’ariyah sehingga mereka salah paham. Tak ada satu pun ulama Asy’ariyah yang mengatakan bahwa Allah ada di mana-mana sebab ini bertolak belakang dengan aqidah mereka. Dalam keyakinan Ahlussunnah wal Jama’ah yang diperjuangkan oleh Asy’ariyah, Allah bukanlah jism sehingga Ia terlepas dari seluruh sifat-sifat jismiyah. Bertempat di mana pun, di atas, di bawah, di depan, di belakang, di samping dan apalagi di mana-mana adalah sifat khas jism sehingga ditiadakan sepenuhnya oleh para Ulama Asya’irah. Ini adalah pernyataan mereka di kitab-kitab aqidah yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Banyak kutipan mereka dinukil di NU Online ini pada sub-kajian ilmu tauhid dan tak perlu dikutip ulang kali ini.

Lalu siapakah yang berkata bahwa Allah ada di mana-mana yang ditolak keras oleh para ulama itu? Nukilah berikut ini akan menjawabnya:

كان الجعد بن درهم من أهل الشام وهو مؤدب مروان الحمار، ولهذا يقال له: مروان الجعدي، فنسب إليه، وهو شيخ الجهم بن صفوان الذي تنسب إليه الطائفة الجهمية الذين يقولون: إن الله في كل مكان بذاته تعالى الله عما يقولون علوا كبيرا،

“Ja'd bin dirham adalah warga Syam, dia adalah gurunya Jahm bin Sofwan yang kepadanya dinisbatkan golongan Jahmiyah yang berkata, ‘Sesungguhnya Allah ada di tiap tempat dengan Dzat-Nya’.”  (Ibnu Katsir, al-Bidâyah wan-Nihâyah, juz X, halaman 19)

أَنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فِي السَّمَاءِ عَلَى الْعَرْشِ مِنْ فوق سبع سموات كَمَا قَالَتِ الْجَمَاعَةُ وَهُوَ مِنْ حُجَّتِهِمْ عَلَى الْمُعْتَزِلَةِ وَالْجَهْمِيَّةِ فِي قَوْلِهِمْ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ فِي كُلِّ مَكَانٍ وَلَيْسَ عَلَى الْعَرْشِ

 

“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla di langit di atas Arasy  di atas tujuh lapis langit seperti yang dikatakan oleh Jamaah ulama. Pernyataan ini adalah argumen mereka untuk melawan Muktazilah dan Jahmiyah yang berkata bahwa sesungguhnya Allah Azza wa Jalla ada di mana-mana  dan tidak [istiwâ’] di atas Arasy.” (Ibnu Abdil Barr, at-Tamhîd, juz VII, halaman 129).

 

Jadi, perkataan bahwa Allah ada di mana-mana adalah pendapat resmi dari kelompok Jahmiyah yang kemudian diikuti oleh Muktazilah. (Jahmiyah merupakan pengikut Jahm bin Shafwan yang mengatakan bahwa Allah tak mempunyai sifat apa pun, red). Mereka mengatakan itu sebab menolak sifat istiwâ’ sebagaimana difirmankan Allah. 

Ahlussunnah wal Jama’ah (Asy’ariyah-Maturidiyah) sepakat bahwa Allah bersifat istiwâ’ atas Arasy dan senantiasa demikian. Tak ada satu pun dari mereka yang menolak sifat ini. Sebab itulah, sejarah mencatat bahwa Asy’ariyah-Maturidiyah  adalah rival terkuat bagi Muktazilah yang akhirnya memusnahkan ajaran Muktazilah secara total di masa lalu setelah sebelumnya menjadi ajaran resmi dinasti Abbasiyah di bawah pemerintahan Al-Makmun, Al-Mu’tashim dan Al-Watsiq.

Sungguh aneh apabila dewasa ini justru sebagian masyarakat menganggap Asy’ariyah-Maturidiyah  sebagai Jahmiyah atau Muktazilah yang berkata bahwa Allah ada di mana-mana, padahal faktanya justru mereka yang terdepan memusnahkan keyakinan ini dan keyakinan Jahmiyah-Muktazilah lainnya. Kitab-kitab Asy’ariyah hingga kini seluruhnya menempatkan Jahmiyah atau pun Muktazilah di kategori aliran menyimpang dan ini adalah fakta yang tak terbantahkan. Sayangnya, beberapa orang dewasa ini tak mempelajari aqidah Asy’ariyah dari kitab resmi mereka sendiri melainkan hanya mendengar dari kitab-kitab golongan anti-Asy’ariyah yang penuh misinformasi sehingga menganggap itu adalah fakta sesungguhnya, padahal tidak. Wallahu a'lam.

Penulis :

Abdul Wahab Ahmad, Wakil Katib PCNU Jember & Peneliti Aswaja NU Center Jember.

Sumber : NU Online

Kamis, 11 Agustus 2022

Menjawab Qunut Shubuh

Bahasa itu penuh dgn sastra dan penuh banyak arti, karna tidak semua orang yg pintar bahasa arab, bisa memahami kalam para Ulama. Seandainya bisa memahami, pasti orang yg ada di jazirah arab itu jadi Ulama semua. Buktinya cuma segelintir yg jadi Ulama..!

Sebagian kawan kita dari firqoh salafi wahabi, menyalahkan orang yg ber qunut, karna katanya hadisnya tidak shohih dan apabila tidak shohih maka harus di tinggalkan. 

Dan salafi wahabi 𝗠𝗘𝗡𝗚𝗨𝗧𝗜𝗣 pendapatnya Al-Karoji As-Syafi'i 

ﻭﻛﺎﻥ ﻳﻘﻮﻝ ﺇﻣﺎﻣﻨﺎ اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ ﻗﺎﻝ ﺇﺫا ﺻﺢ ﻋﻨﺪﻛﻢ اﻟﺤﺪﻳﺚ ﻓﺎﺗﺮﻛﻮا ﻗﻮﻟﻲ ﻭﺧﺬﻭا ﺑﺎﻟﺤﺪﻳﺚ ﻭﻗﺪ ﺻﺢ ﻋﻨﺪﻱ ﺃﻥ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺗﺮﻙ اﻟﻘﻨﻮﺕ ﻓﻲ ﺻﻼﺓ اﻟﺼﺒﺢ

Al-Karoji As-Syafi'i itu telah 𝗠𝗘𝗡𝗘𝗟𝗜𝗧𝗜 sendiri hadisnya. 

Sedangkan teman-buru salafi wahabi cuma 𝗠𝗘𝗡𝗚𝗨𝗧𝗜𝗣. Jadi copy paste/Qila tidak bisa menyalahkan hujjahnya Jumhur Ulama Imam Syafi'i. 

Maka nya kata Al-Karoji As-Syafi'i وقد صح عندي belum tentu صح عند الشافعي

Kawan-kawan Salafi Wahabi ini terburu-buru untuk mengamalkan Hadis nabi dan terburu-buru menyalahkan orang lain, seandainya paham kalamnya Al-Karoji As-Syafi'i. Pasti tidak akan menyalahkan orang yg berqunut.!

Makanya kata Ibnu Wahab 

لولا مالك والليث لهلكت كنت أظن أن كل ما جاء عن النبي صلى الله عليه وسلم يعمل به

Seandainya tidak bertemu dgn Imam Malik dan Imam laits, maka saya akan celaka. Karna saya menyangka bahwa setiap hadis itu bisa di amalkan..!

Senin, 12 April 2021

Batu Nisan



Ayah, adik menghilang?

"Sudah kakak dan bunda cari tapi tidak ada".

"Maaf kak, ayah harus mengantar dan mendampingi kakak-kakak pondok belajar diluar kota (Rihlah)".

"Bagaimana mungkin adik bisa menghilang, hampir setiap saat kita mengunjungi adik, bagaimana mungkin orang-orang tega mengubur adik dan menghilangkan jejak, apa mereka tega? tidak melahirkan, tidak ikut merawat dan tidak ikut merasakan kepedihan bagaimana perasaan  orang tua yg ditinggal buah hatinya yg masih belia!, tiba-tiba menghilangkan jejak perjuangan orang tua yg ingin selalu ia kenang dan doakan, walau sang pencipta mengambilnya lebih awal".

sekelumit perasaan dan pikiran menghantui pikiran, sampai dalam tidur lelapun (karena lelah) pikiran-pikiran itu masuk dalam mimpi, Bahkan si kecil yg telah tiada itu hadir "berisyarat" minta dirawat dan diperbaiki kembali makamnya.

malam ini memang tidak seperti biasa, tidur lelap tidak membuat perasaan tenang. akhirnya bangun malam lebih awal dan bermunajat menjadi solusi, seraya berdoa agar esok diberikan kemudahan dalam pencarian, dipertemukan kembali dengan makam buah hati yg telah terkubur,hilang.

Alhamdulillah, diterik mentari pagi setelah mengajar para santri mengaji, pencarianpun dilakukan. suara bising mesin berat tak menjadi kendala dan dengan sabar menggali informasi pada para pekerja proyek dimanakah keberadaan kuburan2 yg telah hilang.

Dengan memohon izin pekerja proyek. penggalianpun dilakukan, hanya mengandalkan insting seorang ayah yg merindukan buah hatinya, beberapa titik digali. alhamdulillah akhirnya ditemukan, lega.

Berbeda boleh, setiap orang memiliki keyakinan dan aqidah yg dipegang teguh.

Mungkin bagi orang lain menganggap makam hanyalah makam, sebuah batu nisan dan unggukan tanah yg tiada membawa arti.



Tapi, bagi orang lain.

"NISAN"  adalah pertanda "PENGINGAT" bagi yang bernyawa agar kelak ia tetap waspada karena suatu saat pasti akan tiada.

"NISAN" menjadi pengingat bagi para PELUPA akan perjuangan orang-orang yang telah tiada dan Peneguh hati bagi yang pernah mengalami duka.

Selamat menyambut bulan mulia, Bulan Penuh berkah, Ramadlan. Mohon maaf lahir bathin.🙏

Kamis, 25 Februari 2021

Salah Paham dengan Kata Tabarakallah, Barakallah, Mabruk dan Mubarok

 


Salah Paham dengan Kata Tabarakallah, Barakallah, Mabruk dan Mubarok

Halimi Zuhdy

Beberapa bulan terakhir, sejak beberapa da’i mempopulerkan kata “Tabarakallah” dan tidak sedikit artis yang mengikutinya, maka media ramai dengan kata tersebut, dan seakan-akan artinya sama dengan kata “Barakallah”.

Terkait dengan kata “Tabarakallah” ini tidak sedikit yang memahaminya dan memaknainya dengan kurang tepat, bahkan salah. Di beberapa artikel yang membahas kata ini (Tabarakallah), memaknainya tidak tepat (silahkan googling), diartikan dengan “mudah-mudahan Allah memberkatimu”, ada pula yang menggandengkan dengan “Masyallah Tabarakallah” yang diartikan dengan  Allah yang berkehendak seperti itu, Allah berikan kamu barakah (artikelsiana), Semoga Allah memberkahimu (wolipop.detik), semoga Allah memberkahimu (kumparan), Tabarakallah (تبارك الله) Semoga Allah memberkahimu (quora), empat web di atas adalah hasil googling ketika mencari makna “Tabarakallah”, belum lagi website lainnya yang pembahasannya tidak jauh berbeda.

Sekilas, kesalahan yang paling tampak adalah mengartikan “Ka” dalam Tabara-ka- dengan arti “kamu”, ini juga sering terjadi kesalahan dengan mengartikan “Barakallah” dengan mudah-mudahan Allah memberikati-mu, tanpa mengikuti kata fika, laka, alaika dan lainnya. Tabarakallah itu berbeda dengan “Barakallah laka”, meskipun dari derivasi yang sama, tetapi memiliki arti yang berbeda.

Tayyib. Mari kita kaji sepintas makna “Tabarakallah”, pertama secara mu’jami (kamus), kedua, menurut beberapa tafsir al-Quran (karena kalimat ini sangat banyak di dalam al-Qur’an). Ketiga, hadis-hadis yang terdapat kata Tabarakallah.

Pertama, secara mu’jami kata ini belum ada dalam kamus KBBI, dan suatu saat perlu ditambahkan dalam kamus bahasa Indonesia, seperti kata; alhamdulillah, masya Allah, berkah, dan kata-kata lainnya yang sering digunakan masyarakat Indonesia. Dalam kamus Al-Ma’ani, Tabarakallah diartikan dengan Taqaddasa, tanazzaha, ta’ala (Maha Suci Allah, Maha Tinggi). Tabaraka al-Rajulu (thalaba al-barakata wa faza biha); seseorang memohon keberkahan dan keberhasilan dengannya. Kata “tabaraka wa ta’ala” sudah menjadi istilah dalam Fiqih dengan arti Maha Suci Allah dan Maha Tinggi. (Ma’ani).

Dalam al-Qur’an, kata Tabarakallah  terdapat dalam 8 tempat; Al-‘Araf: 54, Al-Mu’minun: 14, al-Furqan pada ayat; 1, 10, dan 61, al-Ghafir: 64, al-Rahman: 78, al-Mulk: 1.

تَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ، فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ، تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ.. ، تَبَارَكَ الَّذِي إِنْ شَاءَ جَعَلَ لَكَ خَيْرًا..، تبَارَكَ الَّذِي جَعَلَ فِي السَّمَاءِ بُرُوجاً،  تَبَارَكَ اسْمُ رَبِّكَ ذِي الْجَلالِ وَالْإكْرَامِ، فَتَبَارَكَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ،  تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ.

Dalam terjemahan bahasa Indonesia kata Tabarakallah (sesuai dengan urutan ayat di atas) diartikan dengan; 1) Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam, 2) Maka Maha sucilah Allah, 3) Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan, 4) Maha Suci (Allah) yang jika Dia menghendaki, niscaya dijadikan-Nya bagimu yang lebih baik dari yang demikian, 5) Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang, 6)  Maha Agung Allah, Tuhan semesta alam.   , 7) Maha Agung nama Tuhanmu Yang Mempunyai Kebesaran dan Karunia, 8) Maha Suci Allah Yang di tangan-Nya-lah segala kerajaan.

Sedangkan dalam beberapa tafsir al-Qur’an, di antaranya adalah kitab Al-Tahrir wa al-tanwir karya Ibnu ‘Asyur, kata “Tabarak” dalam bentuk derivasinya adalah menampakkan sifat pada sesuatu yang disifati, seperti kata Tastaqala yaitu tampak sesuatu yang berat dalam pekerjaannya (menjadi berat), Ta’adhama (tampak keagungannya, menjadi besar, agung), dan terkadang digunakan untuk menampakkan perbuatan yang disifati dengan benar-benar jelas seperti Ta’alallahu (sangat jelas keagungannya), maka dalam kata Tabarakah adalah sangat tampak jelas keberkahannya (dzaharat barakatuhu). Dalam Fath al-Qadir Lil Syakani, Tabarakallah, ai kathurat barakatuhu wa ittasa’a (keberkahan yang banyak dan melimpah), dan juga bermakna Ta’adhama (sangat tanpak keagungannya). Dalam tafsir al-Thabari tidak jauh berbeda dengan Fath al-Qadir yang bermakna al-kastrah dan ittasa’a (dipenuhi dengan keberkahan).

Dalam al-Mausu’ah al-Hadistiyah, kata “Tabaraka” terdapat dalam banyak hadis yang selalu berdampingan dengan kata “Ta’ala” sebuah istilah yang digunakan untuk kemuliaan dan keagungan Allah swt. Tidak ditemukan sebagai ungkapan untuk menyatakan sesuatu, sepengetahuan penulis, kecuali pernyataan keagungan kepada Allah. 

Berdasarkan beberapa keterangan di atas, tidak ada satu keterangan pun yang menjelaskan tentang makna Tabaraka dengan  arti “Allah memberkatimu”. Pertama, tabarakaallah tidak sama dengan barakallah laka, tabaraka (تبارك) itu khumasi lazim (kata kerja yang masuk katogeri lima huruf dan intransitif), sedangkan baraka (بارك) adalah kata transitif (muta’addi). Tabaraka menjadi transitif bila disambung dengan huruf lain (muta’addi bi harf).

Kedua, Tabaraka adalah  satu kata, bukan gabungan dari “taba” dan “ka”, yang memunculkan makna kamu. Demikian juga dengan kata Barakallah. Kata “Barakallah”, disambung dengan kata setelahnya, seperti kata fika, laka, dan alaika, menjadi Barakallah laka.

Ketiga, Tabarakallah itu mengagungkan Allah, menampakkan kesucian-Nya, kebaikan datang dari-Nya, keberkahan hanya dari-Nya. Maka, lebih tepat kalau ingin mengucapkan selamat atas apa yang diraih seseorang adalah kata Barakallah laka, Alaika, Ilaika (mudah-mudahan Allah memberkatimu), sedangkan kalau ingin mengucapkan sesuatu yang luar biasa, maka mengucapkan kata Barakallahu laka, fihi, (lebih jealasnya keterangan diakhir tulisan ini), tetapi yang lebih masyhur adalah Masyallah lahaula wala quwwata illa billah.

Dalam beberapa penjelasan, kata masyallah itu untuk dirinya sendiri (apabila terdapat sesuatu yang luar biasa), sedangkan  (untuk orang lain). Dalam laman al-imam bin Baz (al-Sunnah al-Shahihah) kata “Masyallah Tabarakallah” tidak ada dasarnya yang dapat menguatkan kalimat di atas (ma warada fihi syaik), yang ada dasarkan adalah Masyallah la haula wala quwwata illa billah. Sedangkan kata “Tabaraka” malah tidak berdasar, sedangkan dalam hadis yang ada adalah alla barrakta (ألَّا بَرَّكْتَ). Beliau melanjutkan, apabila seseorang melihat sesuatu yang mengagumkan, maka yang mengucapkan “Allahumma barik fihi”, “Barakallah fihi”. Berbeda dengan Ibnu Utsaimin, apabila seseorang ingin selamat dari penyakit Ain, maka hendaknya mengucapkan “Tabarakallah alaika”, karena Nabi pernah bersabda yang tertimpa penyakit dengan ucapan “Halla barrakta ‘alaika”. Dalam Utaibah, Mata Yuqalu Tabaraka wa mata yuqalu Masyallah la haula walaquwwata.

Apakah ada yang salah dengan pengucapan kata Tabarakallah? Tidak ada yang salah, hanya kurang tepat penggunaannya, serta salah mengartikannya, dan juga mungkin kurang tepat memahaminya.

Bersambung pada pembahasan kata Mabruk dan Mubarok, Insya Allah. 

Allahu’alam bisshawab.

Guru Kecil di Bahasa dan Sastra Arab UIN Maulana Malik Ibrahim Malang

Khadim Pondok Pesantren Darun Nun Malang

Kamis, 01 Oktober 2020

Sang Kholifah

 


Setiap manusia memiliki cara tersendiri mengeksiskan diri, apa yang ia lakukan merupakan naluri bawaan sejak ia hadir di dunia. Berbagai cara ia lakukan dengan menyesuaikan kemampuan masing-masing, semua itu ia tunjukkan demi rasa puas. nilai kepuasan itu terkadang tak mampu ternilai sekedar sebuah materi.

Setelah ia dengan senang hati mampu mengekspresikan jati dirinya, ia akan lebih semangat lagi jika apa yang lakukan mendapatkan pengakuan dari orang lain. rasa ini juga merupakan anugrah yang melekat pada setiap individu, rasa ingin di akui.

Tapi ada pengecualian pada individu tertentu yang tidak ingin eksistensi dan ekspresi (karya) nya diketahui orang lain, bahkan bagi ia, tiada penting diakui atau dilihat orang lain, baginya sudah cukup apa yang ia lakukan dan mampu memberikan hal-hal yang bermanfaat dan maslahat.

Adanya bakat bawaan yang Allah anugrahkan pada manusia merupakan amanah dari Allah swt yang harus kita syukuri dengan cara selalu berbuat kebaikan dan manfaat bagi orang lain sesuai dengan kemampuan yang kita miliki. inilah hakekatnya kenapa manusia disebut-sebut sebagai Kholifah fil Alrdi.

Manusia hadir di dunia menjadi wakil Tuhan untuk melestarikan kehidupan di Bumi ini, menjadi Rahmat bagi alam semesta, Rahmatal Lil  'Alamiin.

Kamis, 03 Agustus 2017

SIAPAKAH YANG PATUT DISEBUT ULAMA?


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ

“Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda radhiallahu ‘anhu).

Bagaimanakah sosok ulama yang memiliki karakter pewaris para nabi?

menurut Prof. Dr. K.H. Ali Mustafa Yaqub (dadut.com) ada 5 ciri kriteria ulama pewaris Nabi ;

1. Ilmu Agama

Menguasai ilmu agama tentulah niscaya bagi ulama pewaris Nabi. Ilmu agama mendasari keyakinan, pengamalan, dan segala kebijaksanaan. Bagi seorang ulama, ilmu agama tidak sekadar untuk diamalkan oleh dirinya sendiri, tetapi juga untuk dapat diamalkan dan bermanfaat bagi orang lain.

Oleh karena itu, ulama ahli waris Nabi dituntut untuk dapat memberi pencerahan kepada umat terkait persoalan agama, minimal dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan.

Dalam tradisi kita, bisa dikatakan bahwa standar minimum penguasaan terhadap ilmu agama adalah kecakapan mengakses informasi langsung dari literatur kitab kuning. Tanpa kemampuan tersebut, seseorang tidak dapat dikatakan ahli agama.

Dalam sebuah sabda Nabi, “Ulama adalah ahli waris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar atau dirham, tetapi mewariskan ilmu (agama).” (HR Ibn Majah).

Oleh karena itu, dalam kesempatan yang lain, ketika Nabi ditanya tentang pertanian, beliau menjawab, “Kamu lebih mengetahui tentang dunia (pertanian) daripada saya.”

2. Takut kepada Allah

Rasa dan sikap “takut” kepada Allah menjadi salah satu ciri utama ulama pewaris Nabi. Dalam Alquran, kondisi batin yang demikian diungkap dengan kata khasyah. Khasyah adalah rasa takut yang dibarengi dengan penghormatan dan ketaatan.

3. Zuhud dan Berorientasi Ukhrawi

Zuhud merupakan sikap yang menunjukkan tidak adanya rasa cinta kepada dunia setelah dunia itu dikuasainya. Zuhud adalah tidak adanya ketergantungan hati kepada dunia, dengan indikator bahwa ada atau tiadanya dunia selalu terasa sama, tidak mengubah stabilitas hati.

Nabi Muhammad Saw. adalah seorang yang zuhud, karena meskipun beliau punya kesempatan untuk hidup mewah sebagaimana pernah ditawarkan oleh Allah, tetapi beliau tetap memilih hidup sederhana.

Ulama ahli waris nabi haruslah bersikap zuhud dalam hidupnya. Bila tidak, akan banyak hal yang bermerk “agama” yang mudah dijualnya untuk kepentingan dunia.

4. Akrab dengan Wong Cilik

Ulama ahli waris Nabi memiliki sikap egaliter yang tinggi. Tak pernah merasa lebih tinggi dari yang lain. Karenanya, ia selalu dapat akrab dengan rakyat kecil dan kaum lemah. Kaum kecil dibuatnya berjiwa besar dan yang lemah didorongnya untuk menjadi pribadi yang kuat.

Sebelum masuk Islam, Abu Sufyan ditanya oleh Kaisar Heraklius perihal pengikut Nabi Muhammad. Abu Sufyan menjawab bahwa pengikut Nabi didominasi oleh rakyat jelata. Maka Kaisar Heraklius pun membenarkan kenabian Muhammad, karena ia tahu bahwa pengikut para Nabi terdahulu juga kalangan jelata.

Bila demikian sikap Nabi terhadap rakyat kecil, maka ulama sebagai ahli warisnya harusnya juga dapat menyatu dengan rakyat kecil, kendati tidak ada fasilitas mewah dan pelayanan yang serba wah.

5. Empat Puluh Tahun

Empat puluh tahun juga menjadi salah satu ciri penting keulamaan. Mengapa empat puluh tahun? Menurut para ahli, pada usia empat puluh tahun, seseorang umumnya telah mencapai kematangan jiwa. Pada usia itu ia sudah dapat istikamah, stabil dan tenang jiwanya.

Kemapanan pribadinya cukup menjadi alasan dia layak menjadi panutan kaumnya. Sebelum mencapai usia itu, jiwanya masih bergejolak dan kepribadiannya labil. Pada kondisi ini, selain kemampuannya untuk memimpin umat masih dipertanyakan, ia juga acapkali telah merasa besar sebelum waktunya.

Diangkatnya para nabi, kecuali Nabi Isa, menjadi nabi sesudah berumur empat puluh tahun kiranya cukup memberi isyarat bahwa ada hikmah tertentu di balik empat puluh tahun usia seseorang.

Sedikit uraian ini mampu memberikan gambaran bagaimanakah ulama yang patut disebut ulama.

Alloohu A'lam

Ahmad Zain Fuad
Ulama bagi NU memiliki makna yang sangat dalam, tidak hanya sebagai figur namun sebagai penentu sebuah kebijakan dalam jam'iyah Nahdlotul Ulama.

Secara ringkas kedudukan Ulama didalam NU menempati posisi sentral diantaranya :

1. Ulama sebagai pendiri Jam’iyyah Nahdlatul Ulama.

2. Ulama sebagai Pengelola Nahdlatul Ulama.

3. Ulama sebagai Pengendali Kebijakan – kebijakan Nahdlatul Ulama.

4. Ulama sebagai panutan dan contoh tauladan bagi seluruh  warga Nahdlatul Ulama dan kaum Muslimin khususnya.

Itulah sebabnya, maka antara NU dan Ulama tidak dapat dipisah-pisahkan, artinya saling membesarkan, saling mengambil dan memberi manfaat.

Nahdlatul Ulama tanpa Ulama akan gersang tidak ada artinya sama sekali, dan Ulama  yang keluar dari Nahdlatul Ulama berkurang bahkan hilang kemanfaatannya bagi masyarakat Islam Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Dengan demikian posisi Ulama dan peranannya didalam Nahdlatul Ulama sangat penting, oleh karenanya secara organisatoris Ulama didalam NU disediakan lembaga khusus yang dinamakan “Lembaga Syuriah”.

Lembaga ini berfungsi sebagai pengelola, pengendali, Pengawas dan penentu semua kebijaksanaan dalam Nahdlatul Ulama, sehingga dapatlah dikatakan dan memang demikian kenyataannya, bahwa Ulama dan Nahdlatul Ulama  merupakan tiang penyangga utama atau soko guru.

Jika ada oknum yang mengaku sebagai nahdliyin namun suka merendahkan bahkan mencaci ulama-ulama NU yang memegang amanah sebagai pengurus NU, maka dipastikan mereka belum mengenal jam'iyah NU.

Sabtu, 17 Juni 2017

MUHASABAH PERJUANGAN

MUHASABAH PERJUANGAN


NU sebagai organisasi tidak lahir begitu saja, hadirnya bukan karena urusan politik atau pesanan penguasa kala itu.

Namun, Hadirnya NU adalah adanya rasa prihatin para 'Alim 'ulama Nusantara melihat keadaan amaliyah Aswaja yang semakin terkikis oleh faham yang menyimpang dari AQIDAH ahlus Sunnah Waljama'ah.

Hadirnya NU Tidak serta merta dibuat karena kepentingan pribadi untuk memenuhi ego (nafsu) individu. Namun NU hadir dan dilahirkan dari hasil Istokhoro, Riyadho, tirakat dan mujahadah para 'alim 'ulama agar apa yang akan diperjuangkan oleh NU tidak hanya semata atas dasar kepentingan duniawi tapi demi keseimbangan antara kepentingan duniawi dan ukhrawi yang sesuai dengan aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah. dalam satu wadah perjuangan ASWAJA AN-NAHDLIYAH.

Dengan proses yang begitu panjang dirintis mulai dari zaman para wali songo dan dilembagakan secara modern melalui organisasi (Jam'iyah)  NU tentu bukan sembarangan orang yang ada didalamnya.

Jika saat ini banyak yang "keluar" dari jam'iyah NU dengan alasan apapun itu pertanda Seleksi ALAM. Mereka tidak paham dan akhirnya tersesat dalam jurang kebodohan dan persepsi yang didasari oleh Nafsu semata.

Maka bersyukurlah bagi mereka yang tetap Istiqomah bernaung dan berjuang dibawah komando para 'Alim 'ulama An-Nahdliyah,
Dan Senantiasa setia dan ta'at pada NU siapapun pengurusnya.

Kita pasrahkan perjuangan ini hanya kepada Allah swt semata, demi tegaknya Islam dan NEGARA yang aman tentram dalam satu bendera NKRI.

SEMOGA ALLAH SWT MERIDLOI.

#HWMI

Kamis, 15 Juni 2017

HIKMAH ILMU TASAWUF

HIKMAH ILMU TASAWUF


Menjalankan amal Ibadah (syariah) bagi kita sebagai hamba yang selalu LAPAR dan HAUS akan nikmatnya duniawi bagaikn makanan pokok yang senantiasa dibutuhkan oleh tubuh.

Rasa Lapar dan Haus itu membuat manusia SERAKAH dan MEMAKAN HABIS setiap apa yang dihidangkan, tanpa adanya SELEKSI diri, akhirnya manusia melahap semua menu duniawi tanpa memperhatikan RASA, nikmat atau tidak urusan belakang yang penting KENYANG.

Begitulah ibarat orang yang beribadah tanpa dilandasi Tasawuf.

Ilmu Tasawuf mengajarkan kita ILMU RASA, merasakan berbagai menu duniawi.

Nikmat dan tidaknya menjalani amal ibadah akan bisa kita rasakan.

Nikmatnya beribadah tidak hanya kita rasakan ketika (proses) beribadah, namun nikmatnya IBADAH itupun dapat kita rasakan (setelah beribadah) dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi pengamal ilmu Tasawuf, kenikmatan yang LUAR BIASA ketika beribadah taqarub ilallah (mendekatkan diri)  serasa berdialog secara langsung, Nikmat. Kenikmatan itu tak akan mampu dirasakan oleh mereka yang tidak pernah mengamalkan apalagi mempelajari ilmu tasawuf.

Wujud nyata kenikmatan itu, akan tampak dalam tutur kata dan perilaku yang menyejukkan. Keindahan wajahnya seakan memancarkan cahaya, cahaya kedamaian.
Tutur katanya menebarkan wangi kenikmatan surga.

Setiap orang memandangnya, akan mengingat mereka pada Allah swt. dengan dzikrullah.

Itulah sedikit gambaran para pengamal tasawuf.

Semog kita senantiasa didekatkan dengan para 'Alim 'ulama 'Arif billah, para kekasih Allah swt.

Bagi secara Sirr maupun dhohir.

Semoga Setiap langkah kita senantiasa mampu mendekatkan hati kita mencintai Allah swt, menggapai Ridlo Allah swt.

اللهم انت مقصودي ورضاك مطلوب اعطني محبتك و معرفتك

#HWMI
#Ramadlan Mubarak.

Jumat, 02 Juni 2017

DOA BERBUKA PUASA MENURUT SALAFUS SHOLIH

DOA BERBUKA PUASA MENURUT SALAFUS SHOLIH


Menjelang datangnya bukan Romadhon, mulai banyak beredar BC (Broadcast) terkait dengan lafadz doa berbuka puasa.

Ada kalangan menganggap doa tersebut riwayatnya dhoif, bahkan mereka pun berani berkata bahwa lafadz doa berbuka tersebut tidak ada asalnya.

Apakh benar demikian ?Berikut adalah penjelasan tentang hadits tersebut :

Ada hadits yang meriwayatkan bahwa Rasulullah juga berdo’a dengan do’a yang sebagian lafadznya seperti di atas:

حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ، حَدَّثَنَا هُشَيْمٌ، عَنْ حُصَيْنٍ، عَنْ مُعَاذِ بْنِ زُهْرَةَ، أَنَّهُ بَلَغَهُ ” أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: «اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ»
Sesungguhnya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
ketika berbuka membaca doa: *Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu* (HR. Abu Dawud, diriwayatkan juga oleh Al Baihaqi, Ath Thabarany, Ibnu Abi Syaibah)

Namun dalam catatan kaki Kitab Jâmi’ul Ushul, karya Ibnul Atsir (w. 606 H), dengan tahqiq Abdul Qadir Arna’uth dan disempurnakan Basyir ‘Uyûn, Maktabah Dârul Bayân, juz 6 hal.378 dinyatakan:

رقم (2358) في الصوم، باب القول عند الإفطار، مرسلاً، ولكن للحديث شواهد يقوى بها.
Nomor (2358) dalam (kitab) Puasa, bab perkataan saat berbuka, mursal, akan tetapi hadits ini memiliki syawâhid yang memperkuatnya.

Berikut beberapa redaksi do’a terkait:

1) Ath Thabarany dalam Mu’jam as Shaghir (2/133):

بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ , وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

2) Ath Thabarany dalam Ad Du’â, hal 286

بِسْمِ اللَّهِ، اللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ، تَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

3) Dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (2/344), Ar Rabi’ bin Khutsaim ketika mau berbuka berdo’a:

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي أَعَانَنِي فَصُمْتُ وَرَزَقَنِي فَأَفْطَرْتُ

Kaum Muslimin di seluruh dunia termasuk di Indonesia apabila berbuka puasa biasa membaca do’a berikut:

اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَبِك آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ ، ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إنْ شَاءَ اللَّهُ .

Artinya: “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman dan dengan rizki-Mu aku berbuka. Telah hilang rasa penatku dan basahlah tenggorokanku dan tetaplah pahala dicurahkan atasku, Insya Allah”.

Pembacaan do’a seperti ini – dengan variasi tambahan dan pengurangan – merupakan warisan turun-temurun dari para Ulama Waratsatul Anbiya.

Mereka yang menganjurkan membaca do’a ini adalah para Ahli Hadis dan Fuqaha dari berbagai Madzhab.

Dari Ulama Madzhab Hanafi misalnya kita menemukan penjelasan dari Al Imam Fakhruddin Utsman bin Ali az Zaila’i:

وَمِنْ السُّنَّةِ أَنْ يَقُولَ عِنْدَ الْإِفْطَارِ اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَبِك آمَنْت وَعَلَيْك تَوَكَّلْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت .
Artinya: Di antara Sunnat adalah ketika berbuka puasa dianjurkan mengucapkan: “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku bertawakkal dan dengan rizki-Mu aku berbuka. (Lihat kitab Tabyinul Haqa’iq Syarah Kanzud Daqa’iq karya Al Imam Az Zaila’i juz 4 halaman 178).

- Dari Ulama Madzhab Maliki antara lain disebutkan dalam Kitab Al Fawakih Ad Dawani Ala Risalah Ibni Abi Zaid Al Qirwani karya Syekh Ahmad bin Ghunaim bin Salim bin Mihna An Nafrawi :

وَيَقُولُ نَدْبًا عِنْدَ الْفِطْرِ : اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت فَاغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْت وَمَا أَخَّرْت ، أَوْ يَقُولُ : اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت ، ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إنْ شَاءَ اللَّهُ .

Artinya: Dan Sunnat ketika berbuka puasa mengucapkan: “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka. Maka ampunilah dosaku yang lalu dan yang akan datang”. Atau mengucapkan: “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka. Telah hilang rasa penatku dan basahlah tenggorokanku dan tetaplah pahala dicurahkan atasku, Insya Allah”. (Lihat pada Juz 3 halaman 386).

- Dari Madzhab Syafi’i antara lain dikemukakan Al Hafizh Al Imam An Nawawi dalam Al Majmu’ Syarah Al Muhadzdzab:
والمستحب أن يقول عند إفطاره اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت لما روى أبو هريرة قال " كان رسول الله صلي الله عليه وسلم إذا صام ثم أفطر قال اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَعَلَى رِزْقِك أَفْطَرْت .
Artinya: Dan yang disunnahkan ketika berbuka puasa itu adalah mengucapkan: “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka”. Berdasarkan Hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW itu apabila berpuasa kemudian berbuka membaca “Ya Allah, karena-Mu aku berpuasa dan dengan rizki-Mu aku berbuka”. (Lihat Al Majmu’ Juz 6 halaman 363).

 Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa membaca do’a “Allahumma laka Shumtu….” Sebagaimana yang biasa dilakukan Ummat Islam adalah Sunnah. Adapun adanya keterangan sebagian orang yang menilai Hadisnya lemah dapat dijelaskan sebagai berikut:

⭐ *Pertama*, lemahnya sebuah Hadis tidak serta merta terlarang mengamalkannya sebab kelemahan itu hanyalah pada penisbatannya kepada Rasulullah SAW, tidak ada kaitannya dengan boleh-tidaknya dibaca.

☀ *Kedua*, Hadis “Allahumma Laka Shumtu…” sungguhpun dha’if namun ia melengkapi Hadis “Dzahabazh Zhama’u…”. yang yang Hasan itu.

Bentuk kedua ini belum merupakan do’a sebab hanya bentuk berita atau ucapan biasa yang disampaikan Rasulullah SAW saat minum air. Bacaan ini baru menjadi do’a manakala disambungkan dengan kalimat “Allahumma…” yang berarti “Ya Allah”.

💧 *Ketiga*, bacaan do’a tersebut telah diamalkan dan dianjurkan oleh semua Ulama Madzhab Empat Itu artinya membaca “Allahumma laka Shumtu” merupakan kesepakatan Ummat Islam.

Apabila ada orang awam yang melarang membaca “Allahumma Laka Shumtu…” maka orang tersebut dapat dikatakan menyalahi kesepakatan Ummat Islam – tidak ada dalil yang menjadi dasarnya.

Bahkan, sabda Rasulullah SAW di atas menganjurkan kita memilih do’a sesuka kita. Lalu dengan alasan apa orang tersebut melarang membaca do’a “Allahumma Laka Shumtu..” ? Bukankah dengan larangannya itu berarti ia telah membuat Syari’at baru?

Kalau saja membaca do’a yang terdapat dalam Hadis Shahih itu diharamkan, tanyakan kepada orang itu : “Pernahkan anda berdo’a dengan Bahasa Indonesia agar anak anda sukses sekolahnya ? Jika pernah, lalu apakah ada dalilnya bentuk do’a yang anda baca itu?. Lalu bagaimana anda melarang orang membaca do’a yang disepakati Ummat Islam dari dulu hingga sekarang hanya gara-gara “katanya” Hadisnya dha’if ?

Dan afdholnya dalam berdoa adalah dengan dimulai ucapan *Allahumma* atau *Robbana*, tidak ujug-ujug langsung ke *Dzahabadh dhomaa'u.. dst* sebagaimana yang kita pahami dari BC tersebut.

Kita berdoa dengan bahasa yang kita susun sendiri saja boleh kok, apalagi bila mengutip dari hadits dhoif, ya tentu lebih baik.

Monggo manteb saja berbuka puasa dengan doa :

*اللَّهُمَّ لَك صُمْت وَبِك آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ ، ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتْ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إنْ شَاءَ اللَّهُ*

*SELAMAT MENYAMBUT BULAN MULIA ROMADHON*

_disarikan dari PISS-KTB_

Senin, 22 Mei 2017

MEGENGAN


KH A Mustofa Bisri mengatakan sekarang sedang ngetren orang pintar baru. Menurutnya, mereka memiliki setidaknya ada dua ciri. Pertama, setiap bebicara menuntut adanya dalil.  “Sedikit-sedikit ada dalilnya, bahkan menuntut untuk adanya perincian dalil, misalnya ayat berapa, surat berapa, apakah hadis shohih atau dhaif,” ujarnya.

Cari dalinya MEGENGAN? Ya nggak ada! Mereka berlagak ahlil dalil tapi tidak mampu mengimplementasikannya. Dianggapnya MEGENGAN itu sebuah fenomena dari masyarakat sesat karena dianggap tidak ada dalilnya.

Begitulah bedanya yang paling mencolok antara muslim TEKSTUALIS/LITERALIS dengan muslim NUSANTARA/KONTEKSTUALIS/SUBSTANSIALIS.

Muslim Nusantara justru pandai mengemas pesan-pesan wahyu yang bisa dikemas. MEGENGAN merupakan hasil kemasan dari pesan wahyu dalam Hadits :

من فرح بدخول رمضان حرم الله جسده على النار
(Man Faricha bi Dukhuuli Ramadlaana, Charromalloohu Jasadahuu 'alan Naari = "Barangsiapa yang bersukaria dalam menyonsong datangnya bulan Ramadlan, niscaya Allah haramkan jasadnya dari jilatan api neraka).

Pesan wahyu agar umat Islam bersukaria dalam menyongsong bulan Ramadlan itu oleh muslim Nusantara dikemas dalam bentuk tradisi MEGENGAN dengan agenda pokok :
- Bapak2 atau kaum laki-laki muslim kerja bakti bersih2 masjid/mushalla, makam, bahkan bersih2 kampung, dengan saling berucap : مرحبا يا رمضان (Marchabab Ya Romadloon = Selamat datang bulan Ramadlan). Ini sebagai tanda BERSUKARIA menyambut bulan Ramadlan sebagaimana ditekankan dalam Hadits tersebut di atas.

- Sedang ibu2 atau kaum wanita mulimah menyiapkan kue2 untuk diantar ke tetangga kanan kiri dengan berucap pula seperti yang diucapkan bapak2 tadi. Itu pun sebagai tanda BERSUKARIA menyongsong bulan Ramadlan. Ditambah lagi dengan antar kue2 ke tetangga kanan kiri. Bukankah itu shadaqah yang juga merupakan perintah agama?

Berarti kaum TEKSTUALIS itu hanya memahami pesan2 wahyu pada teks-teksnya saja, tanpa berkemampuan untuk mengimplementasikannya.

Jumat, 19 Mei 2017

PECINTA AL-QURAN

خيركم من تعلم القران وعلمه...
Para pecinta Al-Qur'an terutama para pengajar Al-Quran akan mengingat motivasi diatas.

Sebagai pengajar Al-Qur'an,
Sudah sewajarnya jika mereka akan senantiasa menghibahkan seluruh jiwa raganya untuk membumikan Al-Qur'an.

Setiap saat, mereka akan menjaga prilakunya ikhlas karena Allah swt karena dalam dirinya ada "sosok" agung yang harus dijaga, seakan Al-Qur'an menyatu dalam dirinya.

Maka tidak heran, jika beliau-beliau lebih memilih Mengajar Al-Quran sebagai Thoriqah (jalan) mereka mengenal sang pencipta,Allah swt.

Pagi,siang, sore bahkan dimalam hari para penempuh jalan Thoriqah ini seakan tiada waktu untuk menempah diri, kecuali di tengah malam atau disepertiga malam, mentadaburi apa-apa yang diajarkan kepada para santri. Didalami dan direnungkan takut apa yang di ajarkan kurang tepat atau bahkan salah.

Maka disaat yang lain terlelap dalam buaian mimpi, para pengajar Al-Quran akan menambah Ilmu, tentu bila ada kendala akan di gurukan kepada Ahli Al-Quran yang lebih 'Alim.

Al-Quran semakin didalami semakin Agung kandungan maknanya. Dan semakin kerdil kita dihadapan Allah Swt.

Berbagai Ilmu bila dijadikan alat mengkaji Al-Quran, Tak akan mampu mengungkap rahasia keilmiahan Al-Quran secara Hakiki.

Semoga para pembaca semua, termasuk saya pribadi dan keluarga senantiasa dikarunia waktu bisa istiqomah mengaji Al-Quran dan semoga kita semua kembali kepada Allah swt dalam keadaan husnul Khotimah bi barokatil Al-Quran.

Untuk para santriwan-santriwati dan Mahasantri, siswa-siswi semoga Ilmu kalian senantiasa manfaat, barakah dan hidup mulia bi barokatil qur'an.

Al-Fatihah..

Selasa, 16 Mei 2017

10 MANFAAT LAPAR MENURUT IMAM AL GHAZALI


Bagi kaum muslimin lapar dan dahaga merupakan salah satu sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena lapar merupakan wujud dari menghinakan nafsu. Sementara nafsu sendiri merupakan musuh yang paling berat bagi manusia.

Lapar yang dimaksudkan di sini tentunya lapar dalam mengerjakan ibadah puasa. Puasa adalah salah satu Rukun Islam yakni  puasa pada bulan Ramadan. Sementara puasa di bulan-bulan yang lain merupakan ibadah sunnat.

Maka dikatakan bahwa puasa merupakan salah satu cara untuk mengalahkan nafsu.
Sesuai dengan sabda Rasulullah Muhammad SAW SAW:
“Perangilah hawa nafsumu dengar lapar dan dahaga, karena sesungguhnya pahala semua itu sama dengan pahala jihad di jalan Allah, dan sesungguhnya tidak ada suatu amal pun yang dicitai Allah daripada lapar dan dahaga.”

Sejalan dengan itu, maka tersebutlah dalam sebuah kitab karangan Imam Al Ghazali diterangkan 10 manfaat menahan lapar dan dahaga, yaitu:

1. Menjernihkan hati, mencerdikkan otak, dan menerangi pengelihatan hati. Sedangkan kenyang menyebabkan kebebalan, membuat hati buta dan mempertebal asap di dalam otak menyerupai kemabukan sehingga memenuhi sumber-sumber pikiran.

Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Hidupkanlah hatimu dengan sedikit tertawa, sedikit kenyang, dan sucikanlah ia dengan lapar maka ia akan bersih dan menjadi lembut.”
“Barang siapa yang kenyang dan tidur maka keras membatu hatinya.”

Abu Sulaiman Ad-Darmi berkata:
“Tetaplah engkau pada lapar, karena sesungguhnya ia adalah menghinakan nafsu, melembutkan hati, dan medatangkan samawi.”

2. Kelembutan hati dan kejernihannya yang menyebabkan hati itu siap untuk menemukan kelezatan ketekunan dan pengaruh manfaat dari dzikir.

Abu Sulaiman Ad-Darmi berkata:
“Apabila hati itu lapar dan haus akan bersemangat dan lembut, dan apabila kenyang akan keras dan membatu.”

3. Merasa kalah dan hina, serta kehilangan kecongkakan, kegembiraan, dan mengkufurkan nikmat, yang semua ini menjadi penyebab penyimpangan dan kelalaian dari Allah SWT.

Perut dan farji merupakan sebuah pintu dari pintu neraka, dan pangkalnya adalah kenyang. Kehinaan dan kekalahan nafsu adalah merupakan sebuah pintu dari pintu surga, dan pangkalnya adalah lapar.

4. Tidak lupa bala Allah dan azab-Nya dan tidak lupa pemilik-pemilik bala. Karena sesungguhnya kenyang membuat lupa pada orang yang lapar dan lupa terhadap lapar itu sendiri.

5. Yang merupakan manfaat terbesar, yaitu mematahkan keinginan nafsu terhadap semua bentuk maksiat dan menguasai nafsu yang selalu mengajak kepada kejahatan. Karena sesungguhnya sumber-sumber maksiat itu adalah kesenangan nafsu dan kekuatan, sedangkan bahan dari kekuatan dan keinginan nafsu itu tidak lain hanyalah makanan-makanan ini.

Aisyah RA berkata:
“Bid’ah yang terjadi pertama kali sepeninggal Rasulullah SAW adalah kenyang. Sesungguhnya kamu itu kenyang perutnya menjadi liarlah nafsunya dalam menghadapi dunia ini.”

6. Menghalangi tidur dan melanggengkan jaga. Karena sesungguhnya orang yang kenyang akan banyak minum, dan orang yang banyak minum akan banyak tidurnyaa. Karena itulah sementara ulama berkata ketika telah dihidangkan makanan, “Hai murid-murid (peminat-peminat akhirat), janganlah kamu banyak makan, tentu kamu akan banyak minum, dan akhirnya akan banyak tidur, dan akhirnya mengalami kerugian yang banyak.”

7. Memudahkan ketekunan dalam beribadah, karena amalan menghalangi berbagai ibadah sebab dia memerlukan waktu yang digunakan makan. Bahkan kadang-kadang memerlukan waktu untuk  membeli makanan dan memasaknya, kemudian memerlukan waktu untuk mencuci tangan dan membersihkan sisa makanan yang ada di celah-celah gigi, akhirnya banyak sekali mondar-mandirnya ke tempat air minum karena banyak sekali minumnya.

8. Orang akan dapat mengambil manfaat dari sedikit makanan, kesehatan tubuh, dan selamat dari macam-macam penyakit.

9. Keringanan biaya hidup, adalah karena orang yang membiasakan makan sedikit, maka cukuplah sedikit harta baginya. sedangkan orang yang membiasakan kenyang maka perutnya menjadi pemilik pemberi hutang yang selalu akan menagihnya dan bertindak mencekik lehernya setiap hari. Perut itu selalu berkata: “ Apakah yang akan engkau makan hari ini?”

10. Memungkinkan orang untuk mengutamakan orang lain dan  bersedekah dengan makanan yang lebih kepada anak-anak yatim dan orang-orang yang miskin, lalu berada di bawah naungan sedekahnya kelak di hari kiamat, sebagaimana telah diterangkan di dalam hadis. Semua yang dimakannya simpanan kekayaannya adalah kakus dan semua yang disedekahkannya adalah pahala Allah SWT.

( Imam Al-Ghazali, “Rahasia Mengenal Nafsu dan Menjaganya” , hal 26-43 )

Ad Placement