KH A Mustofa Bisri mengatakan sekarang sedang ngetren orang pintar baru. Menurutnya, mereka memiliki setidaknya ada dua ciri. Pertama, setiap bebicara menuntut adanya dalil. “Sedikit-sedikit ada dalilnya, bahkan menuntut untuk adanya perincian dalil, misalnya ayat berapa, surat berapa, apakah hadis shohih atau dhaif,” ujarnya.
Cari dalinya MEGENGAN? Ya nggak ada! Mereka berlagak ahlil dalil tapi tidak mampu mengimplementasikannya. Dianggapnya MEGENGAN itu sebuah fenomena dari masyarakat sesat karena dianggap tidak ada dalilnya.
Begitulah bedanya yang paling mencolok antara muslim TEKSTUALIS/LITERALIS dengan muslim NUSANTARA/KONTEKSTUALIS/SUBSTANSIALIS.
Muslim Nusantara justru pandai mengemas pesan-pesan wahyu yang bisa dikemas. MEGENGAN merupakan hasil kemasan dari pesan wahyu dalam Hadits :
من فرح بدخول رمضان حرم الله جسده على النار
(Man Faricha bi Dukhuuli Ramadlaana, Charromalloohu Jasadahuu 'alan Naari = "Barangsiapa yang bersukaria dalam menyonsong datangnya bulan Ramadlan, niscaya Allah haramkan jasadnya dari jilatan api neraka).
Pesan wahyu agar umat Islam bersukaria dalam menyongsong bulan Ramadlan itu oleh muslim Nusantara dikemas dalam bentuk tradisi MEGENGAN dengan agenda pokok :
- Bapak2 atau kaum laki-laki muslim kerja bakti bersih2 masjid/mushalla, makam, bahkan bersih2 kampung, dengan saling berucap : مرحبا يا رمضان (Marchabab Ya Romadloon = Selamat datang bulan Ramadlan). Ini sebagai tanda BERSUKARIA menyambut bulan Ramadlan sebagaimana ditekankan dalam Hadits tersebut di atas.
- Sedang ibu2 atau kaum wanita mulimah menyiapkan kue2 untuk diantar ke tetangga kanan kiri dengan berucap pula seperti yang diucapkan bapak2 tadi. Itu pun sebagai tanda BERSUKARIA menyongsong bulan Ramadlan. Ditambah lagi dengan antar kue2 ke tetangga kanan kiri. Bukankah itu shadaqah yang juga merupakan perintah agama?
Berarti kaum TEKSTUALIS itu hanya memahami pesan2 wahyu pada teks-teksnya saja, tanpa berkemampuan untuk mengimplementasikannya.