Liburan bersama keluarga di kampung
halaman (Lamongan) harus dimanfaatkan dengan maksimal agar memberikan nilai refreshing (wisata) dan edukasi khususnya bagi anak-anak. khusus di daerah sekitar pesisir Lamongan kunjungan wisata wajib yang tidak bisa ditinggalkan di Paciran Lamongan
adalah wisata kulinernya yang khas, Es Dawet Ental (Siwalan) dan mencicipi buah siwalan
segar dari petani.
|
Wisata Kuliner : Cafe Tebing Sendang Paciran |
Dua menu ini dijajakan di sepanjang pinggir jalan menuju ke Desa
Sendang Paciran dan disekitar Desa Paciran. Di dua tempat ini rasanya sangat berbeda daripada ditempat yang lain, apalagi
legen-nya
(Nira, Air Siwalan) keaslianya sangat terasa, nikmat.
Selain kuliner, wisata edukatif-religi
yang menjadi jujukan adalah mengunjungi peninggalan dan berziarah pada salah satu pejuang dan penyebar agama Islam di Wilayah Pesisir Lamongan Jawa Timur, Sunan
Senandangduwur.
Sunan Sendangduwur menurut beberapa
sumber nama aslinya adalah Raden Nur Rahmat yang merupakan putera Abdul Qohar
Bin Malik Bin Syeikh Abu Yazid Al Baghdadi (keturunan Raja raja Persia di Irak)
dengan Dewi Sukarsih, puteri Tumenggung Joyo di Sedayu Lawas.
|
Foto Istimewa : Makam Sunan Sendangduwur ( Raden Nur Rahmat) |
Sebagaimana dilansir dilaman http://cagarbudaya.kemdikbud.go.id/
, Sunan Sendangduwur bertempat tinggal di Desa Sedayu Lawas. Setelah ayahnya wafat beliau pindah ke dusun Tunon untuk menyebarkan agama Islam di sekitar daerah
tersebut dan bergelar Sunan Sendang.
Atas
perintah Sunan Drajat beliau membangun masjid dengan membeli pendapa Mbok Randa
Mantingan (Ratu Kalinyamat). Setelah masjid tersebut berdiri, di sekitar masjid
tidak terdapat mata air. atas kehendak Tuhan, di selatan masjid muncul sebuah
sumur giling.
Setelah
wafat, jenazahnya dimakamkan di sebelah barat Masjid Sendangduwur. Di papan
yang tergantung di balok serambi masjid terdapat tulisan huruf Jawa, memuat
candra sengkala berbunyi gunaning sarira tirta hayu, berarti 1483 ? atau 1561
M.
Di
bawah papan tersebut bergantung papan yang lebih besar bertuliskan huruf dan
kalimat Arab yang menyatakan bahwa masjid ini dibina pada tahun 1483 Jawa dan
tahun 1851. Angka tahun yang dipahatkan pada penghias cungkup makam, oleh
stutterheim dibaca dari kanan ke kiri 7051 (1507 Saka = 1585 M), menunjukkan
tahun wafatnya Sunan Sendang.
Sampai saat ini makam, masjid dan tradisi keislaman disekitar Sunan Sendangduwur masih terawat dengan baik, bahkan banyak bermunculan pesantren-pesantren. menandakan bahwa perjuangan dan syiar Islam di pesisir ada karena berkah perjuangan para wali yang wajib bagi kita generasi muslim merawatnya agar nilai-nilai keislaman tetap terjaga.